Pembakaran bahan bakar fosil juga menyebabkan polusi udara lokal, yang membunuh jutaan orang setiap tahun dan berdampak negatif pada kesehatan banyak orang lainnya. Biaya sebenarnya dari pembakaran bahan bakar fosil tidak tercermin dalam harga pasarnya. Orang sering membandingkan harga moneter bahan bakar fosil dengan alternatif rendah karbon seperti energi terbarukan atau energi nuklir. Namun perbandingan ini tidak menangkap dampak sosial masing-masing pilihan, bahkan dalam arti ekonomi murni.

Salah satu cara untuk mengatasinya adalah dengan menetapkan harga karbon. Tujuan penetapan harga karbon adalah untuk menangkap sebagian dari biaya eksternal ini di pasar.

Penetapan harga karbon menghasilkan beberapa hal. Pertama, penetapan harga karbon membuat bahan bakar, produk, dan layanan yang lebih berpolusi menjadi lebih mahal. Pembakaran batu bara menjadi jauh lebih mahal daripada penggunaan energi matahari. Daging sapi menjadi lebih mahal dibandingkan dengan tahu atau alternatif daging. Hal ini membuat pilihan yang ‘lebih bersih’ menjadi lebih murah.

Baca Juga : Benarkah Gen Z Gampang Depresi

Ada beberapa kebijakan yang dapat digunakan negara untuk menetapkan harga karbon diantaranya adalah :

1. Pajak Karbon

Pajak Karbon adalah pungutan yang diterapkan pada produksi emisi gas rumah kaca secara langsung atau bahan bakar yang mengeluarkan gas ini saat dibakar. Ini berarti barang dan jasa yang mengeluarkan lebih banyak gas rumah kaca dalam produksinya akan dikenakan pajak yang lebih tinggi.

2. Sistem Perdagangan Emisi

Sistem perdagangan emisi terkadang disebut sistem ‘cap and trade’. Di sini, harga karbon berubah seiring waktu. Tingkat polusi maksimum (‘cap’) ditetapkan dan produsen memerlukan lisensi untuk mengeluarkan gas rumah kaca. Seberapa mahal lisensi ini ditentukan oleh sistem perdagangan. Harga lisensi meningkat saat emisi mendekati cap.

Bank Dunia telah melacak pasar karbon selama sekitar dua dekade dan ini adalah laporan penetapan harga karbon tahunannya yang kesebelas. Ketika laporan pertama dirilis, pajak karbon dan Sistem Perdagangan Emisi (ETS) hanya mencakup 7% dari emisi dunia. Menurut laporan tahun 2024, 24% emisi global kini telah tercakup.

Temuan laporan menunjukkan negara-negara berpenghasilan menengah besar termasuk Brasil, India, Chili, Kolombia, dan Turki membuat langkah maju dalam penerapan penetapan harga karbon. Sementara sektor tradisional seperti tenaga listrik dan industri terus mendominasi, penetapan harga karbon semakin dipertimbangkan di sektor-sektor baru seperti penerbangan, pengiriman, dan limbah. Mekanisme Penyesuaian Perbatasan Karbon Uni Eropa, yang saat ini dalam fase transisi, juga mendorong pemerintah untuk mempertimbangkan penetapan harga karbon untuk sektor-sektor seperti besi dan baja, aluminium, semen, pupuk, dan listrik.